Setahun Prabowo-Gibran Memperkokoh Ketahanan Energi Nasional

Oleh: Sjaichul Anwari)*
Dalam satu tahun masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sektor energi telah menjadi fokus utama. Sejumlah kebijakan yang substansial mengalami pergeseran fokus demi meletakkan tekas kemandirian energi yang kokoh.
Visi yang diusung oleh Prabowo-Gibran jelas: Indonesia harus mampu mengelola sumber daya alamnya sendiri, mengurangi ketergantungan impor, dan menjamin ketersediaan energi yang stabil bagi seluruh lapisan masyarakat. Langkah-langkah awal telah menunjukkan momentum positif, terutama dalam upaya mempercepat proyek-proyek infrastruktur energi strategis nasional.
Arah kebijakan ini dinilai berada pada jalur yang tepat untuk mengamankan kebutuhan energi jangka panjang negara. Salah satunya melalui kebijakan hilirisasi dan optimalisasi sumber energi terbarukan (EBT).
Koordinator Proyek Renewable Energy Integration Demonstrator Indonesia (REIDI) dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ary Bachtiar Krishna Putra, menyebut langkah pemerintah dalam memperluas pemanfaatan EBT sudah berada di jalur yang tepat.
Ary menilai, komitmen pemerintah melalui Kementerian ESDM dalam mengakselerasi transisi energi hijau dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai negara mandiri energi di Asia Tenggara. Pemerintah dinilainya telah konsisten menjaga arah Pembangunan menuju kemandirian energi yang berkelanjutan dan berpihak pada rakyat.
Untuk diketahui, pemerintah sendiri telah meresmikan 55 proyek energi baru terbarukan (EBT) pada Juni 2025, yang mencakup tiga Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan 47 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Proyek-proyek ini termasuk inisiatif listrik pedesaan PLN di berbagai wilayah Indonesia, dengan total kapasitas terpasang mencapai 379,7 MW.
Meski demikian, lanjut Ary, kemandirian energi bukan hanya persoalan ketersediaan pasokan, tetapi di dalamnya mencakup penguasaan teknologi dan sistemnya. Pemerintahan Prabowo-Gibran sudah bergerak ke arah itu.
Sebagai contoh, di sektor EBT, pemerintah terus mengembangkan infrastruktur pendukung smart grid dengan teknologi Green-Enabling Super Grid di Indonesia. Teknologi tersebut menjadi keharusan untuk mengintegrasikan EBT yang sifatnya intermiten.
Jaringan listrik pintar adalah kunci untuk memastikan listrik dari sumber terbarukan dapat disalurkan secara efisien dan andal ke konsumen. Tanpa infrastruktur yang cerdas ini, potensi EBT yang melimpah tidak akan mampu memberikan kontribusi optimal bagi bauran energi nasional. Terlebih lagi Presiden Prabowo menargetkan sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia berasal dari EBT mulai 2026.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memulai kolaborasi studi untuk pengembangan Green-Enabling Super Grid dengan Sumitomo Corporation, Kansai Electric Power Co Ltd, dan Summit Niaga Indonesia.
Inisiatif strategis tersebut bertujuan untuk memperkuat sistem ketenagalistrikan nasional, mempercepat integrasi energi terbarukan, dan mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) 2060. Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Teni Widuriyanti mengatakan, inisiatif Green-Enabling Super Grid merupakan simbol kemitraan konkret antara Indonesia dan Jepang dalam mendukung pertumbuhan rendah karbon, transisi energi, dan pembangunan berkelanjutan.
Tak hanya fokus pada energi hijau, pemerintah juga memberi perhatian pada peningkatan produksi migas. Anggota Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menilai capaian kinerja Pertamina pada semester pertama 2025 menunjukkan kemajuan signifikan dalam mendukung ketahanan energi nasional.
Produksi migas tembus 1,04 juta barel setara minyak per hari (MBOEPD). Capaian itu mencerminkan semangat kemandirian energi yang menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan.
Pemerintah melalui Ditjen Migas Kementerian ESDM, saat ini telah fokus untuk terus menjaga Ketahanan Energi Nasional. Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad menuturkan, untuk mencapai hal tersebut maka Ditjen Migas bersama dengan stakeholder terkait terus mengupayakan langkah-langkah strategis mulai dari peningkatan lifting minyak dan gas bumi (migas), hilirisasi, hingga penerapan transisi energi secara berkelanjutan.
Pemerintah terus mendorong optimalisasi pemanfaatan gas bumi untuk domestik. Mengingat gas bumi memiliki jumlah yang memadai dan relatif lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak bumi.
Optimalisasi pemanfaatan gas bumi domestik didukung dengan rencana pembangunan infrastruktur gas bumi yang bertujuan meningkatkan akses energi dan mendukung sektor strategis. Pembangunan infrastruktur gas bumi tersebut diantaranya seperti pembangunan pipa transmisi Cirebon – Indramayu sepanjang 245 km, Dumai-Sei Mangkei sepanjang 428 km, yang saat ini dalam proses tender, dan konversi pembangkit listrik.
Noor mengungkapkan, infrastruktur tersebut diharapkan membawa dampak positif dalam pemenuhan energi pada sektor industri dan ketenagalistrikan. Hingga Juli 2025, tren pemanfaatan gas bumi untuk domestik telah mencapai 69% dari total pemanfaatan gas bumi.
Pada akhirnya, kemandirian energi harus diukur dari kapasitas Indonesia sendiri dalam menentukan nasib energi domestiknya, bebas dari tekanan eksternal dan kerentanan impor. Pembangunan infrastruktur yang tengah berjalan ini adalah investasi vital, tidak hanya untuk masa jabatan saat ini, tetapi juga untuk generasi mendatang. Kebijakan dalam satu tahun ini menunjukkan adanya kesadaran strategis yang mendalam akan urgensi tersebut, diwujudkan melalui pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dan berorientasi masa depan.
)* Pengamat Energi