Program MBG: dari Sekolah ke Desa Wujudkan Keadilan Gizi di Seluruh Nusantara
Oleh: Citra Kurnia Khudori)*
‘Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Sekolah ke Desa’ bukan sekadar jargon. Hal tersebut merupakan langkah nyata untuk membawa keadilan gizi ke pelosok Nusantara. Dengan dukungan Badan Gizi Nasional (BGN), MBG tidak hanya menyasar sekolah, tapi kini diperluas hingga ke desa-desa terpencil.
Melalui pembangunan ribuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh penjuru negeri, pemerintah memastikan anak-anak berpeluang mendapat asupan gizi yang layak. Dengan komitmen serius pemerintah, termasuk alokasi anggaran yang telah dijamin dan pembangunan infrastruktur, MBG hadir sebagai solusi menyetarakan akses terhadap nutrisi.
Komitmen itu telah ditegaskan oleh Kepala BGN, Dadan Hindayana, yang menyebut MBG sebagai bagian penting strategi pemerintah dalam meningkatkan kualitas gizi anak Indonesia. Saat ini penerima manfaat MBG di daerah terpencil tercatat sekitar 3 juta orang di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, sudah teridentifikasi ada 8.200 SPPG di daerah terpencil yang akan dibangun, dan sebanyak 4.700 unit sedang dalam proses. Dadan memastikan sebanyak kurang lebih 170 unit SPPG akan selesai di bulan Desember ini.
BGN menargetkan sekitar Januari–Februari 2026 seluruh SPPG sudah dibentuk, sehingga Maret atau April 2026 sebanyak 82,9 juta orang sudah bisa menerima manfaat MBG. Untuk diketahui, hingga awal Desember 2025, program MBG tercatat telah melayani 47,2 juta orang penerima manfaat.
BGN juga memperluas penerima manfaat, yang awalnya hanya menyasar siswa sekolah. Dadan mengatakan, BGN memastikan bahwa penerima manfaat kini mencakup kelompok masyarakat lain yang dinilai rentan maupun berperan penting dalam pendidikan dan pelayanan publik.
Perluasan penerima manfaat MBG ini sesuai dengan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto. Dengan demikian, semua warga rentan dapat mengakses makanan bergizi tanpa terkecuali.
Tak hanya itu, tenaga pendidik juga masuk dalam radar BGN sebagai penerima MBG, seperti guru sekolah negeri, tenaga honorer, guru swasta, ustaz atau pengajar pesantren, hingga santri.
Keberhasilan program MBG tak terlepas dari strategi yang direncanakan dan dieksekusi dengan baik. Program MBG dibangun dengan pendekatan ekosistem dan kemitraan, termasuk penguatan SDM, anggaran, dan infrastruktur yang melibatkan peran mitra di seluruh daerah.
Dadan menjelaskan bagaimana BGN berupaya memastikan pasokan gizi nasional terpenuhi, termasuk kesiapan SDM yang dilatih serempak dan tersebar ke seluruh Indonesia. SDM dilatih melalui program Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI), yang kini telah bertugas di berbagai provinsi, kabupaten, hingga kecamatan.
Dadan mengungkapkan, ada 33.000 SDM yang telah dibangun oleh BGN tersebar di seluruh wilayah dididik secara serempak dalam waktu yang singkat sehingga intersepsi program MBG bisa cepat dilaksanakan.
Selain SDM, dukungan anggaran pun menjadi pondasi awal yang telah dijamin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. Berapa pun jumlah anggaran yang dibutuhkan oleh BGN dalam memberikan intervensi pemenuhan gizi nasional, pemerintah akan siapkan.
Kemudian terkait infrastruktur dan kemitraan dijalankan melalui pembangunan SPPG. Infrastruktur dibangun oleh mitra secara mandiri mulai dari fasilitas hingga SDM relawan. Dadan mengungkapkan, pendekatan kemitraan menjadi anugerah dalam pembentukan ribuan SPPG.
Dengan berbagai langkah strategis tersebut, program MBG tidak hanya mencerminkan keseriusan pemerintah dalam membangun ketahanan gizi nasional, tetapi juga memperlihatkan hadirnya negara hingga ke lapisan masyarakat paling bawah. Dalam konteks ini, MBG dapat dipahami sebagai program berkeadilan sosial yang berdampak langsung pada pembangunan manusia sekaligus kualitas generasi masa depan.
Program MBG sebagai wujud pemerataan gizi dan keadilan sosial di era Presiden Prabowo juga diakui oleh Direktur Pemberdayaan Masyarakat untuk Demokrasi dan Keadilan (LPMDK) Jakarta, Tobaristani. Ia menilai, program MBG merupakan langkah konkret pemerintah dalam mewujudkan pemerataan gizi bagi seluruh anak Indonesia.
Sebagai warga Kepulauan Seribu, Toba mengatakan, MBG bukan sekadar pembagian makan gratis, tetapi strategi pembangunan manusia yang berkeadilan dan berkelanjutan. Anak-anak dari berbagai latar belakang ekonomi, kelompok masyarakat rentan, hingga tenaga pendidik bisa mendapat asupan makanan bergizi yang sama agar dapat tumbuh sehat dan mampu menjadi generasi berdaya saing.
Program MBG pada akhirnya bukan sekadar intervensi jangka pendek, melainkan fondasi pembangunan sumber daya manusia yang berorientasi pada masa depan. Ketika akses gizi yang layak merata dari sekolah hingga desa, maka kesempatan tumbuh dan berkembang anak bangsa pun semakin setara.
Keberhasilan MBG juga menunjukkan bahwa sinergi antara negara, masyarakat, dan mitra daerah mampu menghadirkan kebijakan publik yang berdampak nyata. Dari pelosok kepulauan hingga wilayah terpencil, kehadiran SPPG menjadi simbol hadirnya negara dalam memastikan hak dasar warga terpenuhi.
Dengan keberlanjutan program dan pengawasan yang konsisten, MBG berpotensi menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah pembangunan gizi nasional. Dari sekolah hingga desa, keadilan gizi kini bukan lagi sekadar cita-cita, melainkan agenda nyata yang sedang diwujudkan bersama.
)* Penulis merupakan Pemerhati Isu Sosial-Ekonomi
