Presiden Jokowi Optimis Hilirisasi Tingkatkan Daya Saing Ekonomi Indonesia
Oleh : Arzan Malik Narendra )*
Presiden Joko Widodo, dalam berbagai kesempatan, telah menekankan pentingnya hilirisasi sumber daya alam sebagai strategi utama untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia. Hilirisasi ini dianggap sebagai solusi jangka panjang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dalam acara pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 di Surakarta, Presiden kembali menegaskan bahwa proses hilirisasi pada sektor nikel dan sumber daya lainnya telah memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian nasional.
Beberapa tahun terakhir, kebijakan hilirisasi industri nikel telah menghasilkan lompatan penerimaan negara yang sangat besar. Jika pada tahun 2015 ekspor nikel Indonesia hanya bernilai Rp45 triliun, maka setelah diterapkannya kebijakan hilirisasi, pada 2023 nilai ekspor nikel melonjak tajam hingga mencapai Rp520 triliun.
Hal ini menunjukkan betapa besar potensi yang bisa diraih jika Indonesia mampu mengolah sumber daya alamnya secara mandiri, tanpa harus bergantung pada ekspor bahan mentah semata. Peningkatan ini tidak hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan tambang, tetapi juga memberikan kontribusi besar bagi negara melalui pajak dan penerimaan lainnya, seperti pajak perusahaan, pajak karyawan, bea ekspor, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Pentingnya hilirisasi tidak hanya terbatas pada sektor nikel, tetapi juga meluas ke sektor tembaga dan bauksit. Presiden menyampaikan bahwa dua smelter besar yang sedang dikembangkan di Amman-Sumbawa dan Freeport-Gresik dengan nilai investasi yang mencapai Rp50-60 triliun akan segera beroperasi.
Kedua smelter ini diproyeksikan akan memberikan dampak ekonomi yang besar melalui peningkatan nilai tambah dari bahan baku yang diolah menjadi produk setengah jadi. Dengan demikian, Indonesia tidak lagi hanya menjadi eksportir bahan mentah, tetapi juga menjadi pemain utama dalam rantai pasokan global.
Selain itu, Jokowi juga mengarahkan perhatian pada sektor-sektor padat karya lainnya yang berpotensi memberikan nilai tambah ekonomi yang besar, seperti industri rumput laut. Indonesia memiliki potensi besar dalam industri ini, mengingat panjang garis pantai yang dimiliki Indonesia adalah salah satu yang terpanjang di dunia.
Rumput laut tidak hanya bisa diolah menjadi produk makanan, tetapi juga memiliki berbagai turunan, seperti pupuk organik, agar-agar, kosmetik, tepung, hingga minyak untuk pesawat terbang. Presiden menekankan pentingnya pengembangan industri ini sebagai salah satu sektor yang dapat membantu Indonesia keluar dari ketergantungan pada komoditas mentah.
Meski demikian, tantangan dalam proses hilirisasi ini tidaklah sedikit. Presiden Jokowi menyoroti kelemahan dalam riset dan pengembangan (R&D) di sektor pertanian yang menyebabkan rendahnya produktivitas, terutama pada komoditas seperti kopi dan kakao.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, seperti Vietnam, yang berhasil meningkatkan produksi kopinya dengan pesat, Indonesia masih tertinggal, meski memiliki sejarah yang lebih lama dalam produksi komoditas ini. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa dukungan riset yang memadai, potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam berbagai sektor ekonomi belum bisa dimanfaatkan secara optimal.
Di sisi lain, pemerintah juga telah mengambil langkah konkrit untuk mendukung proses hilirisasi ini, terutama melalui penyediaan infrastruktur yang memadai. Salah satu contohnya adalah dukungan PT PLN (Persero) dalam menghadirkan pasokan listrik yang andal bagi smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik.
Dengan beroperasinya smelter PTFI, Darmawan Prasodjo, Direktur Utama PLN, optimis bahwa industri-industri turunan lainnya juga akan tumbuh, menciptakan efek berganda bagi perekonomian Jawa Timur dan Indonesia secara keseluruhan.
Oleh karena itu, harapan Presiden Jokowi adalah bahwa hilirisasi ini akan semakin berkembang dan mencakup lebih banyak sektor ekonomi. Meski dirinya akan segera pensiun dari kursi kepresidenan, Presiden Jokowi optimis bahwa arah kebijakan hilirisasi yang telah dimulai akan terus berlanjut dan menjadi pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai negara maju.
Terkait hilirisasi, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Athor Subroto, mengapresiasi upaya Presiden Jokowi dalam menjaga stabilitas ekonomi, salah satunya melalui hilirisasi. Menurutnya, kebijakan hilirisasi yang diterapkan Jokowi menjadi salah satu faktor penting yang memperkuat ekonomi domestik karena dapat memberikan multiplier effect.
Dengan demikian, dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun akademisi, sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa hilirisasi ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat maksimal bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan segala tantangan dan peluang yang ada, hilirisasi sumber daya alam merupakan jalan terbaik bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi dan memperkuat posisi negara ini di pasar global. Di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, langkah-langkah konkrit telah diambil untuk mewujudkan visi ini, mulai dari sektor mineral hingga sektor-sektor padat karya seperti rumput laut.
Namun, kerja keras belum selesai. Keberlanjutan kebijakan ini membutuhkan dukungan penuh dari semua pihak. Mari kita bersama-sama mendukung upaya hilirisasi ini demi Indonesia yang lebih maju dan berdaya saing tinggi.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Siber Nusa