November 24, 2025
Gambar-WhatsApp-2025-11-17-pukul-20.15.28_282bf3f3

Oleh : Lua Murib

Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada 19 November 2025, gelombang penolakan dari masyarakat Papua semakin menguat. Sikap tegas tersebut mencerminkan kesadaran kolektif bahwa stabilitas keamanan, ketertiban sosial, serta masa depan generasi muda Papua jauh lebih penting daripada mengikuti kegiatan yang tidak memiliki legitimasi dan berpotensi memicu keresahan. Warga menilai upaya KNPB untuk terus melakukan manuver politik justru memunculkan kekhawatiran baru karena kerap dibarengi penyebaran ujaran kebencian, provokasi, serta praktik-praktik manipulatif yang merugikan masyarakat sendiri.

Di Kabupaten Jayawijaya, penegasan tersebut disampaikan langsung oleh tokoh masyarakat yang juga Kepala Kampung Lantipo, Hengki Heselo. Ia menegaskan kepada warganya agar tidak terlibat dalam bentuk apa pun dari kegiatan peringatan HUT KNPB. Menurutnya, masyarakat perlu memprioritaskan ketenangan dan keamanan wilayah, apalagi jelang tanggal yang kerap dikaitkan dengan potensi aksi provokatif. Ia mengimbau masyarakat Jayawijaya agar tidak terpengaruh ajakan pihak tertentu dan tetap fokus pada aktivitas sehari-hari. Baginya, ketenangan masyarakat adalah syarat utama bagi keberlanjutan pembangunan dan harmonisasi sosial di Jayawijaya. Hingki juga menekankan tanggung jawab moral seluruh warga untuk mencegah segala bentuk provokasi yang dapat menciptakan kecemasan atau bahkan memecah persatuan.

Penolakan masyarakat Jayawijaya ini tidak berdiri sendiri. Di berbagai wilayah Papua, reaksi masyarakat terhadap pola gerakan KNPB juga semakin keras. Hal ini tak lepas dari rangkaian tindakan KNPB yang dinilai merugikan masyarakat, termasuk penyebaran ujaran kebencian yang menargetkan pemerintah dan aparat keamanan. Lebih dari itu, dugaan keterlibatan anak-anak dalam aktivitas politik kelompok tersebut telah membuka mata banyak pihak bahwa KNPB telah kehilangan arah perjuangannya. Laporan aparat keamanan menunjukkan adanya pola rekrutmen yang dilakukan secara sistematis, mulai dari mengajak anak-anak mengikuti aksi massa hingga menjadikan mereka bagian dari propaganda kelompok.

Praktik tersebut mengundang keprihatinan mendalam dari berbagai tokoh adat dan agama. Tokoh gereja Papua, Pdt. Telius Wonda, menilai bahwa upaya melibatkan anak-anak dalam gerakan propaganda merupakan bentuk kejahatan moral yang mengancam masa depan Papua. Menurut cara pandangnya, anak-anak harus tumbuh dalam lingkungan yang mendidik, bukan dibiarkan terjebak dalam lingkaran kebencian yang sama sekali tidak memberikan manfaat bagi masa depan mereka. Ia melihat tindakan tersebut sebagai peringatan serius bahwa pola propaganda KNPB sudah menyasar generasi paling rentan di Tanah Papua.

Kecaman serupa juga datang dari Kepala Suku Yalimo, Yafet Silak. Ia menilai penggunaan anak-anak dalam aksi politik sebagai tindakan yang mempermalukan nilai-nilai budaya Papua. Baginya, anak-anak seharusnya berada di ruang belajar yang aman, bukan menjadi alat dalam pergerakan politik yang tidak jelas arah dan tujuan. Yafet menegaskan pentingnya melindungi generasi muda dari segala bentuk eksploitasi, terutama yang dikemas dalam narasi perjuangan namun justru merusak masa depan mereka. Ia berharap masyarakat semakin tegas menolak upaya manipulasi semacam ini dan memilih jalan damai untuk menyelesaikan persoalan Papua.

Selain melibatkan anak-anak, gerakan KNPB juga banyak dikecam karena pola penyebaran kebencian yang mereka lakukan, terutama melalui media sosial dan ruang publik. Narasi provokatif yang mereka bangun dianggap mampu menciptakan jurang curiga antarsesama warga Papua, serta menambah beban konflik horizontal yang selama ini berusaha ditekan lewat pendekatan damai. Tokoh pemuda Papua, Markus Yoku, menyebut bahwa masyarakat kini semakin menyadari pola-pola manipulatif tersebut. Menurutnya, generasi muda Papua tidak ingin masa depan mereka digiring menuju kebencian yang tidak berujung. Ia menegaskan bahwa masa depan Papua hanya bisa dibangun melalui pendidikan, kerja keras, dan persatuan, bukan dengan propaganda yang mengorbankan anak-anak atau memecah belah masyarakat.

Penolakan masyarakat terhadap peringatan HUT KNPB bukanlah sekadar penolakan terhadap sebuah kegiatan. Sikap tersebut merupakan refleksi dari tekad kolektif masyarakat untuk menjaga Papua agar tetap berada di jalur damai dan pembangunan. Di berbagai wilayah, masyarakat kian melihat bahwa manuver KNPB tidak lagi membawa manfaat nyata bagi rakyat, melainkan justru memproduksi ketakutan, kegaduhan, dan ancaman terhadap stabilitas sosial. Sikap KNPB yang terus memaksakan propaganda kebencian hanya memperuncing jarak antara aspirasi damai masyarakat Papua dan kepentingan politik kelompok tersebut.

Ketegasan masyarakat dalam menolak HUT KNPB juga menjadi penanda bahwa narasi pembangunan dan persatuan semakin diterima secara luas. Pemerintah bersama aparat keamanan selama ini terus berupaya menjaga Papua sebagai wilayah yang kondusif agar pembangunan dapat berjalan maksimal. Masyarakat yang semakin cerdas dalam menyikapi provokasi turut memperkuat langkah tersebut. Kesadaran kolektif untuk menolak ajakan provokatif, menjaga ketertiban, serta mengutamakan masa depan generasi muda menjadi fondasi penting dalam memastikan Papua tumbuh lebih baik.

Peran tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda sangat terlihat dalam momentum ini. Mereka bukan hanya memberikan imbauan moral, tetapi juga menyuarakan kepentingan rakyat untuk terus menjaga Papua agar tetap aman, bersatu, dan terhindar dari upaya manipulasi politik yang menyesatkan. Di tengah banyaknya tantangan, masyarakat Papua kini menunjukkan kedewasaan politik yang lebih matang, termasuk dalam menguatkan solidaritas internal untuk menolak aktivitas kelompok yang tidak berizin dan cenderung merusak.

Momentum penolakan terhadap HUT KNPB pada tahun ini menjadi bukti bahwa masyarakat Papua semakin yakin bahwa masa depan wilayah ini hanya dapat dibangun melalui jalan damai, persatuan, serta perlindungan terhadap generasi muda. Semakin jelas bahwa mayoritas masyarakat tidak lagi terpengaruh oleh propaganda yang menebar kebencian, dan lebih memilih berfokus pada pembangunan, pendidikan, dan stabilitas sosial. Papua membutuhkan kedamaian untuk terus bergerak maju, dan sikap tegas masyarakat dalam menolak provokasi menjadi tonggak penting menuju masa depan yang lebih sejahtera dan bersatu.
*Penulis adalah Mahasiswa Papua di Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *